MANAJEMEN RESIKO
Penerapan
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya utama
dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi
dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja
tinggi. Sekedar mengetahui dan memahami tujuan yang akan dicapai, tanpa
melaksanakan tindakan nyata dalam aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan
dan keselamatan kerja, bukan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat kerja.
Berkaitan
dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya sangat
dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi.
Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi
atau perusahaan misalnya:
a)
Mengabaikan risiko
sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali manajemen.
Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak
semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.
b)
Menghindari semua
kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini merupakan sesuatu
yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat kerja sampai
tingkat tertentu selalu mengandung risiko.
c)
Menerapkan Manajemen
Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi sebenarnnya
merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran
positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi
pula.
Aspek
ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan
penerapan manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja,
gangguan kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian aset, biaya
premi asuransi, moral kerja dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas.
Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian penerapan peraturan perundang undangan
yang tercermin pada segi kemanusiaan, kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat
memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang dilaksanakan melalui
partisipasi pihak terkait.
Pada
prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif risiko
yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia,
material, mesin, metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik
dilakukan pengendalian potensi bahaya serta risiko dalam proses produksi
melalui aktivitas :
a)
Identifikasi potensi
bahaya
b)
Penilaian risiko
sebagai ak ibat manifestasi potensi bahaya
c)
Penentuan cara
pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian
d)
Penerapan teknologi
pengendalian
e)
Pemantauan dan
pengkajian selanjutnya
Potensi Bahaya dan
Risiko
Potensi bahaya atau
hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan
mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan.
Ditempat kerja,
potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan dan
kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa :
1.
Faktor fisik :
kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu
2.
Faktor kimia :
solven, gas, uap, asap, logam berat
3.
Faktor biologik :
tumbuhan, hewan, bakteri, virus
4.
Aspek ergonomi :
desain, sikap dan cara kerja
5.
Stresor : tekanan
produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan
6.
Listrik dan sumber
energi lainnya
7.
Mesin, peralatan
kerja, pesawat
8.
Kebakaran, peledakan,
kebocoran
9.
Tata rumah tangga
(house keeping)
10. Sistem Manajemen peusahaan
11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik,
interaksi
Risiko
adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang
mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara
pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau
rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan
evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau
pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.
Rincian langkah umum
yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1.
Menentukan personil
penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan
atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam
pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung
dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan
suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2.
Menentukan
obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan
menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya.
Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
3.
Kunjungan / Inspeksi
tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through
survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih
detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan
mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses,
bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian,
alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4.
Identifikasi potensi
bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi
potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui :
-
inspeksi / survei
tempat kerja rutin
-
informasi mengenai
data keelakaan kerja dan penyakit, absensi
-
laporan dari (panitia
pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja
-
lembar data
keselamatan bahan (material safety data sheet)
-
dan lain sebagainya
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap
potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya
terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5.
Mencari informasi /
data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui
kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau
informasi lain yang relevan.
6.
Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang
bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau
rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan
dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui
upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7.
Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang
akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian
risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses
tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada
tahap analisis dan evaluasi risiko.
8.
Menentukan langkah
pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko
membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja
perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi,
substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung
peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka
pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan /
tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan
kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan
lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi
dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
9.
Menyusun pencatatan /
pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko
harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang
digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitianPengkajian ulang perlu
senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam
proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan
sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
0 comments:
Post a Comment